Apa itu Justice Collaborator ??

 


Justice collaborator adalah sebutan bagi saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap suatu tindak pidana tertentu. Secara sederhana, arti justice collaborator adalah pelaku kejahatan yang memberikan keterangan dan bantuan kepada para penegak hukum. Namun, tidak semua pelaku yang kooperatif dapat disebut sebagai justice collaborator.Seorang justice collaborator memiliki dua peran sekaligus, yakni sebagai tersangka sekaligus saksi yang harus memberikan keterangan dalam persidangan.

Peran atau fungsi justice collaborator ini antara lain:

  1. Untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana, sehingga pengembalian aset dari hasil suatu tindak pidana bisa dicapai kepada negara.
  2. Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum
  3. Memberikan kesaksian dalam proses peradilan.

Dasar Hukum bagi Justice Collaborator

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, justice collaborator dikenal dengan istilah “saksi pelaku” dan/atau “saksi pelaku yang bekerja sama”. Lebih lanjut, ketentuan mengenai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerjasama ini diatur dalam beberapa peraturan, antara lain UU 13/2006 sebagaimana yang telah diubah oleh UU 31/2014; Peraturan Bersama Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, Ketua Ketua LPSK Nomor M.HH-11.HM.03.02, PER-045/A/JA/12/2011, 1, KEP-B-02/01-55/12/2011, 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (“Peraturan Bersama Perlindungan Saksi”); dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 (“SEMA 4/2011”).

Kemudian, Pasal 1 Angka 3 Peraturan Bersama tentang Perlindungan Saksi menerangkan bahwa saksi pelaku yang bekerjasama adalah saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Pedoman untuk menentukan seseorang sebagai justice collaborator diatur dalam Angka 9 SEMA 4/2011. Aturan ini menerangkan bahwa penetapan seseorang sebagai justice collaborator dilakukan berdasarkan klasifikasi berikut.

1.  Orang yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

2. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana.

Kemudian, atas peran dari justice collaborator tersebut, hakim dalam menentukan pidana yang akan dijatuhkan dapat mempertimbangkan dua hal dalam penjatuhan pidana, yakni menjatuhkan putusan pidana percobaan bersyarat dan/atau pidana penjara paling ringan dengan mempertimbangkan keadilan dalam masyarakat.

Selain itu, Ketua Pengadilan dalam mendistribusikan perkara juga perlu memperhatikan dua hal, yakni memberikan perkara-perkara terkait yang diungkap justice collaborator kepada majelis yang sama sejauh memungkinkan; dan mendahulukan perkara-perkara lain yang diungkap oleh justice collaborator.